Hari ini melihat postingan
sekolah qur’an dan hadis dari seorang guruku dulu. Lazimnya kami memanggilnya
dengan sebutan ustaz. Alhamdulillah ustaz sudah membuka sendiri sekolah yang
menjadikan Alqur’an dan hadis sebagai pondasi awal dari pendidikan.
Tetiba jadi ingat bagaimana
ketika beliau dulu mengajar kami di pondok. Namanya ustad Hasbullah Ahmad Daeng
Masalleh. Dari namanya sudah tahu kan kalau ustaz ini bersuku bugis. Salah satu
ustaz yang tak pernah aku tidur kalau beliau yang mengajar, hehe. Asal
tahu aja, dulu itu aku langganan tidur di kelas, lebih tepatnya tertidur sih,
tapi kadang-kadang juga sengaja menidurkan diri. Nggak tahu kenapa ya
mungkin karena glukosa yang tidak terbakar setelah sarapan sama sambal tribol
alias teri main sepak bola kacang tanah. Terus jalan dari asrama ke kelas cuma
hitungan menit. Setengah jam ustaz ustazah menyampaikan pelajaran kalau gayanya
monoton dan ditambah lagi aku tidak mengerti apa yang dijelaskan alamat sudah
mataku mulai berat. Perkataan mereka seolah berubah menjadi dongeng indah yang
membuat aku jatuh tertidur. Hebatnya, aku nggak pernah tidur jika ustaz
Hasbullah yang mengajar. Tau kenapa? Karena, selalu menarik mendengarkan ustaz
berbicara, menyampaikan pelajaran dengan cerdas dan ikhlas. Belum lagi jika menyimak
cerita-ceritanya yang bikin aku iri luar biasa.
Salah satunya, Ustaz pernah
cerita diajak umroh gratis sama orang Malaysia di bulan Ramadhan, kemudian
sholat tarawihnya berada di shaf bagian depan. Persis di depan ka’bah.
Coba bayangkan, di bulan puasa, bulan yang penuh berkah, di baitullah rumah
pertamanya Allah, di barisan paling depan pula, yaitu sebaik-baiknya shaf
bagi jamaah laki-laki. Saat itu aku segera membayangkan suatu saat aku juga
berada di depan ka’bah di bulan penuh berkah. Entah kapan waktunya aku serahkan
pada Allah subhanawata’ala.
Ustaz selalu sabar dalam
mengajar. Ingat sekali saat disuruh menghafalkan surat Aljumuah ayat 10 dan
Alhujarat ayat 11. Waktu itu kitanya protes keras. Kelas kami paling banyak
protes deh pokoknya, akibatnya dapat gelar kelas baltoji (preman) dari ustaz
yang lain, dan sedihnya aku pula yang jadi ketua kelasnya dua tahun
berturut-turut pula. Nggak minta sih, tapi kepaksa oleh suara terbanyak.
“Ustaz, ustaz- ustazah sebelumnya
nggak ada nyuruh ngapalin kok Taz.” Waktu itu kami duduk di kelas tingkat
akhir. Mungkin sebenarnya ustaz mau membekali kami dengan beberapa ayat dan
hadis yang nantinya bisa disampaikan pada orang lain.
“Dicoba dulu.” Dengan sabar ustaz
berusaha tidak menyerah.
“Tugas hafalan kita yang lain kan udah banyak
taz, juz 30 aja belum tamat-tamat.” Kami itu mangkelnya luar biasa. Tiga tahun
di ponpes cuma hafal juz 30 saja, ngapalin yang diwajibin saja. Padahal tiga
tahun bisa saja hafal 30 juz, sungguh terlalu.
Tapi ustaz tidak kehabisan akal.
Akhirnya dihafallah itu ayat bareng-bareng. Ustaz baca, terus kita ikutin.
Karena suara ustaz merdu lama-lama kita jadi senang ngapalinnya. Suara ustaz
yang merdu bikin semangat buat menghafalkan potongan ayat Alqur’an dan hadis
yang diajarkannya pada kami.
Seingatku Ustaz juga nggak pernah
memarahi kami. Ciri khasnya itu selalu tersenyum lebar lima senti ke kanan lima
senti ke kiri dan ditahan lima menit, kayaknya lebih lima menit deh. Kalau
kitanya nakal biasanya dinasehati dengan lemah lembut. Makanya, kalau ada
ustaz-ustazah yang berhalangan hadir, kita biasanya dengan senang hati minta
ustaz Hasbullah yang gantiin.
Dan ustaz juga paham sekali
dengan keadaan santri-santrinya. Pernah suatu ketika kami, aku dan Vika selesai
belajar kelas sore dan bertemu ustaz yang baru datang dari luar. Terus kita
iseng aja mau pinjam motor ustaz buat muter-muter keluar.
“Ustaz pinjam motor ya kita mau
jalan-jalan sebentar aja. Refreshing taz belajar terus ni buat UN.” Sambil
pasang tampang semelas mungkin. Kening ustaz berkerut sebentar kemudian
digantikan dengan senyum lebar.
“Ok, jangan jauh-jauh, jangan
lama-lama ya.” Tangan ustaz menyodorkan kunci dengan senyum yang masih
bertengger.
Aku dan Vika menyambutnya dengan senyum yang tak kalah sumringah.
Kita pun meluncur keluar ponpes. Sesuai pesan ustaz nggak lama-lama cuma 10
menitan aja, tapi senangnya luar biasa. Bagi anak asrama dapat izin keluar
pagar itu suatu berkah yang tak terkira. Karena kata izin adalah kata langka
yang butuh usaha untuk mendapatkannya :)
Banyak sekali yang beliau ajarkan
pada kami, baik melalui lisan ataupun perbuatan. Salah satu pepatah arab yang
sering ustaz ujarkan adalah
“ I’imal liddunyaka kaannaka
taa’isyu ‘abada w’amal liakhirotika kaannaka tamutu ghoda” yang artinya
“beramallah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan beramallah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok harinya.” Dan satu lagi kata-kata
yang paling sering ustaz sampaikan ialah “Hidup ini bergerak, bergerak berarti
ada perubahan. Bila hidup tidak ada perubahan berarti mati dalam kehidupan.”
Aku akan selalu ingat dengan dua
kalimat ini.
Syukron jazakallah ya taz untuk
ilmunya. Sukses terus untuk ustaz dan keluarga.
Yogyakarta
24 April 2015