Masih mau mendengar seputar cerita di balik namaku, ehm nggak juga nggak
papa sih, mumpung lagi pingin nulis,sebaiknya nulis aja (ngusir stress tesis :p
).
Sebenarnya ada enak dan tidak enaknya punya nama seperti anak kembar yang
sebenarnya nggak kembar. Tidak enaknya adalah. Pertama, aku suka dibanding-bandingkan
dengan sepupuku Chandra. Asal tahu aja, si chandra ditakdirkan mempunyai otak yang
lebih encer dari otakku. Kejadiannya pas kelas 6 sd. Waktu itu kita (aku dan teman-teman
perempuan ) keasyikan main di lapangan, nyampe-nyampe nggak sadar kalau bel masuk
sudah berbunyi beberapa menit sebelumnya. Nah, pas masuk kelas pak guru yang cukup
kami takuti sudah berdiri di depan kelas sambil menerangkan pelajaran yang
paling tidak aku sukai. Yups, matematika. Dan, sialnya lagi diantara temen-temenku
yang lain aku ditodong untuk mengerjakan soal yang udah menuggu di papan tulis.
Aku pun terpaksa maju, satu dua menit aku hanya memegang kapur sambil menatap ke
papan, berharap ada bisikan gaib yang menyuruhku menulis apa gitu, hehe. Lama-lama
pak guru yang tak bisa kusebutkan namanya, kasian juga ngeliatku dan mempersilahkan
aku duduk. Tapi yang nggak enak itu statementny it loh, "Aduh gimana ini Ndra,
sepupunya nggak ketolong " ucap pak guru sambil menoleh ke sepupuku. Mulai
detik itu, aku baru sadar kalau punya sepupu pintar tapi kitanya kurang pintar
itu nggak enak juga y, jadi bahan pembandingan. Padahal jelas-jelas ini cuma
sepupuan doang, kembar identik aja masih ada bedanya apalagi kita, yang jelas-jelas
beda emak beda ayah.
Kalau enaknya lumayan banyak sih. Pertama karena si Chandra pintar dan kalau
pintar udah pasti terkenal kan y. Jadilah aku ikut-ikutan tenar. Ceritanya
nebeng popularitaslah. Secara dari sd kelas 4-6 (yang aku ingat dari kls 4) si
chandra selalu rangking 1, dan aku jangan ngarep deh bisa nempatin rangking 1 selama
masih sekelas dengan chandra, nemplok di ranking 2 aja udah pakai perjuangan
ekstra keras, nyampe-nyampe aku bayangin kapan y bisa jadi juara 1. Haha, y
iyalah pengen juga gitu ngeliat rapor dihiasi angka 1 yang super itu. Dan
impianku itu terwujud pas kelas 1 smp. Keajaiban akhirnya terjadi juga, itu
karena aku nggak sekelas dengan Chandra. Hehe, dan pas juara umum tetep aj jadi
rangking 3. Nah, untuk tahun-tahun berikutnya jangan tanyakan lagi, kelas 2 dan
3 sempurna aku mati-matian mempertahankan posisi di 5 besar akibat masuk kelas
unggulan.Yang kedua, enaknya itu kalau aku nggak tau PR spesial for mtk dan itung-itungan sejenisnya tinggal tanya aja dengan
Chandra. Pertama ya minta jelasin aja, tapi kalo akunya nggak mudeng-mudeng juga
y, dengan berat hati aku melihat pekerjaan sepupuku. Hihi, yang berat hati itu
aku atau chandra y. Terus kalo pas ujian ni, secara nama kita kan urutan
chandra chandri, kalau pembagian ruang ujian otomatis satu ruangan terus kan,
lah pas UN aja kita duduk sebelahan. Ya, apalagi kalau udah buntu banget
tinggal pasang muka memelas, sambil ngelirik gitu.
Kalau udah gitu Chandra langsung menawarkan pertolongan.
"Nomor berape ti?”
Tapi gak sering-sering amat loh, khusus untuk beberapa pelajaran aja.
Dan yang paling parah itu pas UN SMP, pelajaran you know what? Matematika, sempurna jawaban kita sama semua,
tepatnya aku mencontek habis-habisan dari Chandra. Alhasil nilainya pun sama
sampai ke koma komanya. Masalahnya waktu itu tahun pertama diberlakukan standar
kelulusan UN, jadi aku takut sekali kalau kesandung di MTK, dan chandra juga nggak
tega kali ngeliat sepupunya nggak lulus. Kalo dipikir-pikir sekarang itu
termasuk dosa nggak y? Kalo dosa itu terhitung pas baligh, berarti belum
dicatat malaikat (kan masih anak2 :p #ngeles) tapi tetap aja jangan ditiru y.
Di masa sd dn smp itu, kadang aku meragukan kemampuan otak ini . Jangan-jangan
karena sepupuku aj aku jadi agak pintar. Maka dari itu, setamat smp aku bertekad
harus merdeka dari ketergantungan pada sepupuku, ketergantungan? obat kali y.
Yah intinya, aku ingin bebas dari bayang-bayangnya Chandra.
Lanjut ke masa SMA, akhirnya kita beda sekolah meski sama-sama hijrah ke
kota Jambi. Chandra lulus di SMA 1, dan aku mengikuti keinginan emak masuk ke
pontren alhidayah di pal 10 kotabaru. Sebenarny sih, aku juga pengen masuk
kesana, sekolah unggulan, favorit pula. Tapi aku paling gak tega nolak
permintaan emak yang sudah kecewa dengan abangku yang kabur dari pondok pada tahun
kedua. Dan tambah lagi aku ingin bebas dari baying-bayang chandra, tepatnya nggak
ketergantungan lagi dalam hal pelajaran . Jadilah aku anak asrama selama tiga
tahun. Sayangnya, meski udah bebas dari bayang-bayang chandra tetap aj gak bisa
lepas dari namanya.
Kejadian terbaru kemaren, pas nandatangani spj kepanitiaan orientasi
pasca UNY, namaku tertulis chandra febri santi. Mbak tukang ketiknya nggak
percaya amat ni namaku chandri bukan
chandra. Waktu nyoblos capres n cawapres juga dipanggil chandra febri santi,
padahal jelas-jelas disitu tertulis CHANDRI FEBRI SANTI pake huruf kapital
pula. Intinya nama chandra lebih familiar dan lebih diterima dari nama chandri.
Dan yang gak enak berikutnya kalau sesi perkenalan. Komentarnya
macem-macem. Namany unik ya, ehm lebih halus deh daripada namanya aneh. Orang
india y, ini komen dari dosen pragmatikku dulu, ya ampun prof ini betulan nggak
tau atau nyindir y, jelas-jelas tampangku nggak ada india-indianya... dan yang
paling nggak enak itu kalo komentator nanya, arti namanya apa? Beneran deh, nggak
bisa jawab :p
Yogyakarta 15 Sept 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar