Selasa, 23 Februari 2010

wks dan alam

-->

Oleh: Chandri Febri Santi

Sebelum memasuki areal perkebunan PT Wira Karya Sakti kami disuguhi barisan kelapa sawit di kiri kanan jalan. Mochamad Ridwan seorang  manager FPD (Forest Protection Departement) PT WKS mengatakan bila sudah terlihat barisan pepohonan tandanya kita telah memasuki areal WKS. Setengah jam kemudian akasia tampak berbaris di depan.“ Pohon yang ditanam ada dua jenis yaitu akasia dan eucalyptus, namun serat yang lebih bagus adalah serat eucalyptus. Ukuran seratnya lebih halus hingga lebih bagus untuk dijadikan kertas ataupun tisu.”Kata Ridwan.

15 Februari 2010 rombongan Mahasiswa Jambi tiba di lokasi Workshop Menulis . Pelatihan ini diadakan di CD Training Centre Distrik I. Jauhnya sekitar 2 jam setengah perjalanan mobil dari Provinsi Jambi. Distrik I adalah salah satu areal perkebunan PT WKS dari 290.000 hektar luas keseluruhannya. PT ini bergerak dalam usaha kehutanan industri. Di sini WKS bertindak sebagai sponsor dari pelatihan yang diadakan oleh ETF (Eka Tjipta Foundation).

CD Training Center pun ternyata juga dikelilingi oleh pagar pepohonan eucalyptus dan akasia. Tempat penginapan yang berada sedikit lebih tinggi dengan areal sekitarnya. Ini menjanjikan pemandangan alam yang tak kalah menarik dengan Puncak Bogor, hmmm berlebihan ya? Memang sedikit agak berlebihan, tapi jika Anda  berada di sini, mungkin Anda akan mengangguk setuju setelah merasa hembusan angin pagi dari arah bawah penginapan. Pagi dan sore sering terdengar ungko bersahut-sahutan dari hutan. Terkadang juga sering ditingkahi oleh suara burung dan serangga hutan.

Penginapan mempunyai 12 kamar. Setiap kamar menampung 3 orang. Di depan penginapan ditanam sebaris pohon terem besi. Menurun kebawah ada mushola kecil yang terletak ditengah kolam. Sebelah atas musola berdiri pendopo untuk pertemuan. Sebelah kanan ada rumah seorang warga WKS. Itu  adalah sebagian kecil bangunan yang terdapat di distrik I PT WKS .

Tidak menarik jika  sekedar membicarakan bentuk alam dan bangunannya saja tanpa mengetahui aktivitas dan hal lainnya  dari WKS ini. CD Training Centre Sungai Tapa yang diresmikan pada tahun 2006 ini sebelumnya berkantor di Tebing Tinggi

Tatang Rosida Kepala CD Training Centre mengatakan, menurut SK Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status, dan Fungsi Kawasan Hutan. Dalam Tata ruang HTI (Hutan Tanam Industri) sebuah perusahaan harus mengalokasikan 10 % kawasan konservasi, 10%  tanaman unggulan kehidupan, 10% infrastruktur dan 70% tanaman pokok. Semua itu berdasarkan pada tiga aspek yaitu fungsi sosial, fungsi produksi, dan fungsi lingkungan .

Fungsi sosial inilah yang berada di bawah naungan CD Training Centre. CD Training Centre bertugas memberdayakan masyarakat yang bermukim disekitar areal PT WKS. Meliputi 124 desa yang tersebar di 17 kecamatan 3 kabupaten. Pemberdayaan ini seperti mendidik warga untuk menjaga hutan.
”Mereka itu suka membakar hutan untuk bertani.” tutur Ernita sekretaris FPD Forest Protection Department WKS.
Disini, CD Training Centre WKS memberikan lahan dan bibit gratis kepada tiga kepala keluarga terpilih untuk bercocok tanam.
”Hasilnya ya untuk mereka sendiri.”
Salimi salah satu binaan WKS. Rumah aslinya ada di Dusun Delima Desa Purwodadi. Jaraknya 30 menit perjalanan mobil dari areal CD Training Center. Ia mengaku ditawarkan untuk mengelola tanah disini.
“Ya biarpun kepencil, seng  penting eneg penghasilanlah.”
Salimi hanyalah salah satu  korban penggusuran kebun sawit oleh salah satu PT Perkebunan Sawit tiga tahun lalu.
“Satu dusun digusur kabeh, gantine cuma 5 ribu per batang.”
Ibu tiga anak ini menghela napas panjang menerawang.

Untuk konservasi lingkungan, WKS membuat Botanical Garden seluas 50 hektar. “Biasanya Botanical Garden itu ramai dikunjungi pada hari-hari besar dan libur, kalau hari-hari gini ya sepi nggak ada pengunjungnya”. Kata Tatang , akses jalan yang cukup jauh bisa jadi membuat warga malas berkunjung.

Selasa sore, saya dan beberapa teman sempat mengunjungi Botanical Garden diantar oleh Pak Iskandar. Gerbang masuknya bercat biru, di atas terpasang papan bercat kuning bertuliskan  Botanical Garden PT Wirakarya Sakti Sungai Tapah-Jambi. Sebelah kiri, 10 meter dari jalan masuk ada pendopo bercat merah. Yang menarik perhatian adalah sepasang muda-mudi yang melirik malu ke arah kami. Eh, ternyata ada pengunjung lain selain kami.

Disebelah kiri mengalir Sungai Tapa. Hal ini dijadikan alasan pemilihan Botanical Garden di wilayah itu untuk menjaga sedimentasi dan abrasi Sungai. Pepohonan yang ada di taman umumnya adalah tanaman asli dari hutan. Hanya ada beberapa pohon yang ditanam, terlihat dari tanggal serta nama tanamannya di papan nama. Bagus dijadikan tempat penelitian dan pengenalan pepohonan.Di tengah taman ada batu datar yang digunakan untuk atraksi gajah.
Gajah-gajah Sumatera ini didatangkan dari Lampung oleh Departemen Kehutanan Jambi BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) pada 1996. Sekarang jumlahnya ada 4 ekor. Pada 2008 ada seekor gajah diracuni untuk diambil gadingnya.
”Namanya Bayu, racunnya dicampur dengan nanas.” Tutur Made, pawang gajah.
 Ironis memang.

Terlepas dari perusahaan, tempat konservasi, WKS distrik I bisa jadi sebagai tempat pelatihan sekaligus wisata alam pendidikan bagi pengunjungnya.

Ketika nanti saya punya kesempatan untuk datang kembali ke sini saya berharap gajah Sumatera itu tak berkurang lagi.