Senin, 15 September 2014

Kisah Dibalik Nama Part II

Masih mau mendengar seputar cerita di balik namaku, ehm nggak juga nggak papa sih, mumpung lagi pingin nulis,sebaiknya nulis aja (ngusir stress tesis :p ).

Sebenarnya ada enak dan tidak enaknya punya nama seperti anak kembar yang sebenarnya nggak kembar. Tidak enaknya adalah. Pertama, aku suka dibanding-bandingkan dengan sepupuku Chandra. Asal tahu aja, si chandra ditakdirkan mempunyai otak yang lebih encer dari otakku. Kejadiannya pas kelas 6 sd. Waktu itu kita (aku dan teman-teman perempuan ) keasyikan main di lapangan, nyampe-nyampe nggak sadar kalau bel masuk sudah berbunyi beberapa menit sebelumnya. Nah, pas masuk kelas pak guru yang cukup kami takuti sudah berdiri di depan kelas sambil menerangkan pelajaran yang paling tidak aku sukai. Yups, matematika. Dan, sialnya lagi diantara temen-temenku yang lain aku ditodong untuk mengerjakan soal yang udah menuggu di papan tulis. Aku pun terpaksa maju, satu dua menit aku hanya memegang kapur sambil menatap ke papan, berharap ada bisikan gaib yang menyuruhku menulis apa gitu, hehe. Lama-lama pak guru yang tak bisa kusebutkan namanya, kasian juga ngeliatku dan mempersilahkan aku duduk. Tapi yang nggak enak itu statementny it loh, "Aduh gimana ini Ndra, sepupunya nggak ketolong " ucap pak guru sambil menoleh ke sepupuku. Mulai detik itu, aku baru sadar kalau punya sepupu pintar tapi kitanya kurang pintar itu nggak enak juga y, jadi bahan pembandingan. Padahal jelas-jelas ini cuma sepupuan doang, kembar identik aja masih ada bedanya apalagi kita, yang jelas-jelas beda emak beda ayah.

Kalau enaknya lumayan banyak sih. Pertama karena si Chandra pintar dan kalau pintar udah pasti terkenal kan y. Jadilah aku ikut-ikutan tenar. Ceritanya nebeng popularitaslah. Secara dari sd kelas 4-6 (yang aku ingat dari kls 4) si chandra selalu rangking 1, dan aku jangan ngarep deh bisa nempatin rangking 1 selama masih sekelas dengan chandra, nemplok di ranking 2 aja udah pakai perjuangan ekstra keras, nyampe-nyampe aku bayangin kapan y bisa jadi juara 1. Haha, y iyalah pengen juga gitu ngeliat rapor dihiasi angka 1 yang super itu. Dan impianku itu terwujud pas kelas 1 smp. Keajaiban akhirnya terjadi juga, itu karena aku nggak sekelas dengan Chandra. Hehe, dan pas juara umum tetep aj jadi rangking 3. Nah, untuk tahun-tahun berikutnya jangan tanyakan lagi, kelas 2 dan 3 sempurna aku mati-matian mempertahankan posisi di 5 besar akibat masuk kelas unggulan.Yang kedua, enaknya itu kalau aku nggak tau PR spesial for mtk dan itung-itungan sejenisnya tinggal tanya aja dengan Chandra. Pertama ya minta jelasin aja, tapi kalo akunya nggak mudeng-mudeng juga y, dengan berat hati aku melihat pekerjaan sepupuku. Hihi, yang berat hati itu aku atau chandra y. Terus kalo pas ujian ni, secara nama kita kan urutan chandra chandri, kalau pembagian ruang ujian otomatis satu ruangan terus kan, lah pas UN aja kita duduk sebelahan. Ya, apalagi kalau udah buntu banget tinggal pasang muka memelas, sambil ngelirik gitu.
Kalau udah gitu Chandra langsung menawarkan pertolongan.

"Nomor berape ti?”

Tapi gak sering-sering amat loh, khusus untuk beberapa pelajaran aja. Dan yang paling parah itu pas UN SMP, pelajaran you know what? Matematika, sempurna jawaban kita sama semua, tepatnya aku mencontek habis-habisan dari Chandra. Alhasil nilainya pun sama sampai ke koma komanya. Masalahnya waktu itu tahun pertama diberlakukan standar kelulusan UN, jadi aku takut sekali kalau kesandung di MTK, dan chandra juga nggak tega kali ngeliat sepupunya nggak lulus. Kalo dipikir-pikir sekarang itu termasuk dosa nggak y? Kalo dosa itu terhitung pas baligh, berarti belum dicatat malaikat (kan masih anak2 :p #ngeles) tapi tetap aja jangan ditiru y. Di masa sd dn smp itu, kadang aku meragukan kemampuan otak ini . Jangan-jangan karena sepupuku aj aku jadi agak pintar. Maka dari itu, setamat smp aku bertekad harus merdeka dari ketergantungan pada sepupuku, ketergantungan? obat kali y. Yah intinya, aku ingin bebas dari bayang-bayangnya Chandra.


Lanjut ke masa SMA, akhirnya kita beda sekolah meski sama-sama hijrah ke kota Jambi. Chandra lulus di SMA 1, dan aku mengikuti keinginan emak masuk ke pontren alhidayah di pal 10 kotabaru. Sebenarny sih, aku juga pengen masuk kesana, sekolah unggulan, favorit pula. Tapi aku paling gak tega nolak permintaan emak yang sudah kecewa dengan abangku yang kabur dari pondok pada tahun kedua. Dan tambah lagi aku ingin bebas dari baying-bayang chandra, tepatnya nggak ketergantungan lagi dalam hal pelajaran . Jadilah aku anak asrama selama tiga tahun. Sayangnya, meski udah bebas dari bayang-bayang chandra tetap aj gak bisa lepas dari namanya.
Kejadian terbaru kemaren, pas nandatangani spj kepanitiaan orientasi pasca UNY, namaku tertulis chandra febri santi. Mbak tukang ketiknya nggak percaya amat ni  namaku chandri bukan chandra. Waktu nyoblos capres n cawapres juga dipanggil chandra febri santi, padahal jelas-jelas disitu tertulis CHANDRI FEBRI SANTI pake huruf kapital pula. Intinya nama chandra lebih familiar dan lebih diterima dari nama chandri.

Dan yang gak enak berikutnya kalau sesi perkenalan. Komentarnya macem-macem. Namany unik ya, ehm lebih halus deh daripada namanya aneh. Orang india y, ini komen dari dosen pragmatikku dulu, ya ampun prof ini betulan nggak tau atau nyindir y, jelas-jelas tampangku nggak ada india-indianya... dan yang paling nggak enak itu kalo komentator nanya, arti namanya apa? Beneran deh, nggak bisa jawab :p


Yogyakarta 15 Sept 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar